Sabtu, 13 Oktober 2018 adalah hari dimana kabut yang selama ini menutupi salah satu dari mimpi terbesarku menghilang. Malam minggu itu sangat mengharukan karena ibu yang tak kuasa menahan bendung air mata melihatku perlahan menjauh menuju boarding gate di bandara. Masih sedikit gak percaya kalau malam ini aku akan terbang ke Jerman. Jerman bukan salah satu negara yang kuimpi-impikan untuk dikunjungi, bahasa Jerman pun tak pernah terlihat menarik untukku selama ini tapi siapa yang sangka negara maju inilah yang menjadi negara pertama yang kukunjungi dalam sejarah hidupku. Tak peduli lah selama aku bisa mendapatkan pengalaman baru, kenapa tidak?
|
Bersama Ibu 💗
|
Flashback sedikit, mimpi terbesarku sejak kelas 6 SD adalah ke luar negeri. Bukan, bukan untuk liburan. Tapi untuk sekolah. Karena liburan hanya sebentar dan posisiku hanya sebagai turis bukan penduduk. Pengalaman yang didapat ketika menjadi turis dan menjadi penduduk setempat sudah pasti berbeda. Iya, sekecil itu, namun impianku sebesar bulan. Gak mungkin lah! Biaya terbangnya saja sudah mahal apalagi biaya hidupnya? uang sekolahnya? Namun ayahku selalu bilang "kamu harus belajar yang bener, terus cari beasiswa biar bisa kuliah diluar" Alhamdulillah, walaupun mimpiku sebesar bulan, aku masih memiliki keluarga yang senantiasa mendukung dan mendorong.
Sebenarnya Turki sih negara yang kukunjungi pertama kali tapi karena hanya transit di bandara jadi gak dihitung ^^. Penerbangan ke Turki cukup melelahkan berhubung dari jam 9 malam - 5 subuh jadi gak terlalu terasa. Lanjut penerbangan ke Leipzig, Jerman jam 14.50 dan akhirnya pun ngemper di Bandara selama 8 jam. Untungnya dari Turki ke Jerman cuma makan waktu 2 jam 30 menit-an.
|
Foto bersama Maulydita. |
Sesampainya di Leipzig Halle udara langsung dingin. Katanya sih justru pada hari itu belum suhu musim gugur aslinya Jerman, tapi ya maklum anak tropis biasa dijemur dibawah suhu 33 derajat jadi menggigil. Setelah ambil bagasi langsung disambut teman-teman Leipziger tiga orang (Anisa, Enrico dan Nils). Mereka adalah Leipziger yang lumayan dekat dengan delegasi dari Jakarta. Anisa hugged me!!!! Erat sekaliiiii.... She is our mama during this program. Ku ceritakan di part setelah ini ya !
|
Kemeja biru Nils, Paling depan Enrico, blouse biru Anisa
di Stasiun Kereta. |
Pertama kali naik underground dan geret-geret koper seberat 23kg dari stasiun ke apartemen walaupun cuma 15 menit-an tapi berasa capeknya hehe. Kamarku paling besar dan aku bertiga dengan dua orang temanku lainnya, Maulydita dan Adinda. Dua orang kakak ini yang sifat dan sikapnya lebih dewasa dariku. So Lucky having them as my roomates<3. Sesampainya di kamar apartemen kita teriak dan loncat-loncat kegirangan sambil bersyukur berkali-kali. Masih terasa seperti mimpi untuk menginjakan kakiku di tanah Eropa. Negara maju. Segalanya serba mahal. But, Nobody could ever change Allah's Will. Kalau kata Wulan, salah satu delegasi dari Jakarta bilang "Mungkin yang lain punya uang dan pintar yang memungkinkan mereka bisa keluar negeri, tapi mereka belum punya peluang seperti yang kita miliki" kurang lebih seperti itu.
|
Dari luar jendela Apartemen. |
|
Pemandangan dari Underground. |
Tak lama dari acara lompat dan teriak-teriak kita bergegas merapikan pakaian dan bersih-bersih diri. Gak lupa juga untuk mengabari keluarga dan teman-teman di Indonesia. We re arrived safely!! Bahkan langsung video call padahal di Jakarta sudah jam 2 pagi. Efek dari antusiasnya anak negara berkembang ke negara maju jadi lupa waktu ^^. Kurang lebih seperti itu gambaran hari pertamaku terbang ke Eropa. Id love to share the next chapter of my journey in Leipzig, Germany. I'll be right back ^^
Komentar
Posting Komentar