Sebagai bentuk antisipasi dalam menyikapi problematika Umat Islam saat ini dalam beragama, Majelis Hikmah Alawiyah bekerja sama dengan BEM Prodi Pendidikan Agama Islam, Universitas Negeri Jakarta (UNJ) dalam menyelenggarakan diskusi ilmiah bertajuk "Moderasi Islam dalam Thariqah Alawiyah" yang menghadirkan Habib Alwi bin Abdullah Alaydrus, Habib Alwi bin Ahmad bin Syihabuddin dan Dr. Abdul Fadhil, MA sebagai narasumber. Kegiatan ini dibuka untuk umum dan dihadiri oleh banyak mahasiswa lintas jurusan, khususnya para mahasiswa dan dosen dari Program Studi Pendidikan Agama Islam serta tamu undangan.
Sumber : Dokumentasi |
Diskusi Ilmiah ini dilaksanakan pada Hari Selasa, 9 Oktober 2018 di Gedung Ki Hajar Dewantara Lantai 9, Universitas Negeri Jakarta (UNJ). Kegiatan diawali dengan sambutan selamat datang oleh Dr. Umasih, M. Hum selaku Wakil Dekan 1 Fakultas Ilmu Sosial, UNJ yang mana menyambut baik kegiatan diskusi ilmiah ini karena akan sangat bermanfaat sebagai bekal ilmu bagi para mahasiswa dalam menghadapi keadaan sosial pada saat ini, khususnya yang berkecimpung di lingkup keagamaan.
Dalam diskusi ini Dr. Abdul Fadhil menyampaikan tentang implementasi moderasi Islam di Indonesia dengan menjelaskan sejarah awal mula bagaimana Islam masuk ke Indonesia yaitu dengan perdagangan. Pada saat itu Islam diperkenalkan dengan cara yang damai dan ramah sebagaimana perilaku pedagang terhadap pembelinya. Setelah berhasil masuk ke Indonesia, para ulama Nusantara pun menyebarkan Islam dengan proses akulturasi yaitu menyisipkan nilai-nilai Islam ke dalam budaya-budaya lokal. Seperti menggunakan metode pertunjukan seni wayang dalam berdakwah sehingga hal ini dapat diterima oleh masyarakat setempat. Bahkan di beberapa tempat dapat dirasakan bahwa akulturasi Islam dan budaya lokal tersebut masyarakat.
Sumber : Dokumentasi |
Setelah itu dalam segmen selanjutnya diskusi di isi oleh Habib Alwi bin Ahmad bin Syihabuddin dari Majelis Hikmah Alawiyah. Beliau menyampaikan materi dengan bahasa Arab dan diterjemahkan oleh penerjmah yang berisikan tentang 5 hal penting yang sangat erat kaitannya dengan kehidupan manusia yaitu ilmu, amal, ikhlas, khouf, dan wara. Beliau menjelaskan keempat elemen penting tersebut bahwa Ilmu harus diimplementasikan dalam beribadah kepada Allah. Beragama dengan Ilmu agar menjadi muslim yang baik dan dicintai Allah. Karena dengan ilmu manusia tidak akan menjadi ekstrim. Amal menjalankan segala sesuatu kebaikan yang mana karena Allah. Ikhlas dimana segala sesuatu kebaikan dan ibadah yang dilakukan diniatkan karena Allah dan untuk Allah. Khouf menanamkan rasa takut kepada Allah sehingga berhati-hati dalam bertindak. Wara bertindak tegas dalam meninggalkan segala hal yang dilarang oleh Allah.
Segmen terakhir diskusi di isi oleh Habib Alwi bin Abdullah Alaydrus yang menyampaikan bahwa problematika umat pada saat ini ialah kurangnya membaca. Sementara Rasul dalam menyampaikan wahyu pertamanya diketahui bahwa Allah menyuruh kita untuk membaca, namun umat masih belum sadar akan pentingnya membaca. Apabila kita membaca pasti pesan yang Rasul sampaikan sejak dulu sudah sampai kepada kita. Dengan menjalankan perintah pertama dalam wahyu yang disampaikan Rasulullah 14 abad yang lalu yaitu "Bacalah" kita akan memahami baik Quran dan Hadis lebih dalam. Dengan begitu kita dapat menjadi muslim yang cerdas. Orang yang cerdas berarti memiliki pengetahuan yang luas. Semakin luas pengetahuannya semakin tinggi rasa toleransinya terhadap perbedaan. Tentunya tidak akan ada permusuhan dan terpecah belahnya umat muslim hanya karena kurangnya menghormati dan menghargai perbedaan.
Sumber : Dokumentasi |
Maka dari itu, sebagai umat muslim masa kini dimana teknologi sudah menjadi jembatan dalam menyelami berbagai macam ilmu, kita harus mulai bergerak dan rajin dalam membaca. Dengan membaca kita banyak mendapat manfaat selain ilmu dari bacaan itu sendiri yaitu rasa toleransi terhadap perbedaan. Membaca membuat kita mengetahui bahwa banyak hal yang justru belum kita ketahui. Sehingga dalam menghadapi perbedaan tidaklah kita menyikapinya dengan amarah dan emosi melainkan menghargai dan mengambilnya sebagai pelajaran.
Komentar
Posting Komentar